Kisah Pembantu Pembawa Berkah
Jika Allah menginginkan sesuatu, maka Dia yang akan menyiapkan sebabnya. Berikut ini sebuah kisah nyata tentang seorang pembantu rumah tangga (TKW) miskin yang telah Allah jadikan sebagai sebab keberkahan. Dia seorang wanita yang putus sekolah yang terpaksa mengorbankan keindahan hidup bersama dengan anak-anak dan suaminya, serta harus merasakan pahit getirnya perantauan dan keterasingan jauh dari sanak keluarga demi memenuhi kebutuhan keluarganya. untuk menyonsong masa depan Pendidikan anak-anaknya yang tidak sempat ia rasakan akibat kemiskinan.
Sang pembantu itupun menyiapkan tasnya untuk pergi ke Ibukota
Jakarta, dan setelah ia mengikuti pelatihan keterampilan rumah tangga singkat, ia berangkat
menggunakan pesawat terbang untuk pertama kali dalam hidupnya menuju Provinsi
Al Qasim Saudi Arabia. Tepatnya di kota Buraidah untuk bekerja di sebuah
keluarga besar yang kaya raya Bersama beberapa TKW lain dari Indonesia yang
menemaninya di perantauan. Akan tetapi berbeda dengan teman sejawatnya, TKW
yang satu ini, ia sangat mudah menyatu dengan keluarga tersebut sehingga ia
mencintai mereka dan mereka mencintainya. Ia merasakan seolah berada di tengah
keluarganya sendiri. Bagaimana tidak, karena ia telah mendapatkan perlakuan
yang baik dan majikannya pun mendapatkan
pembantu tersebut sebagai seorang pribadi yang jujur, amanah, dan ikhlas.
Sehingga keluarga itupun berulangkali mengajaknya untuk melakukan umroh. Iapun
selalu ikut bersama keluarga tersebut, yang kerapkali melakukan perjalanan dari
rumahnya ke Villa di kebunnya yang terletak di Buraidah dan Makkah Al
Mukarromah, karena majikannya seorang syekh yang kaya raya.
Ia hidup di tengah tengah rumah yang besar, yang dipenuhi
dengan berbagai macam harta benda dan kemewahan. Hal ini berbeda dengan kondisi
rumah dan keluarganya di Indonesia. yang sangat sederhana dan lebih
memprihatinkan lagi Ketika di waktu musim hujan. Namun ia tak pernah berpikir
untuk meminta sesuatu bagi dirinya atau keluarganya kecuali gaji bulanan yang
selalu ia terima. Hal ini berbeda dengan kebanyakan para pembantu lain yang silih
berganti bekerja di rumah tersebut, mereka senantiasa meminta kepada sang
majikan. Sosok dermawan selalu memberikan bantuan di dalam dan di luar negeri,
sampai suatu ketika sang majikan meminta kepadanya untuk menyampaikan apa yang
diinginkannya. Di luar dugaan, Pembantu tersebut ternyata tidak meminta sesuatu
untuk keperluan pribadi atau keluarganya. dia meminta apa?...,dia justru
meminta agar majikannya menyelesaikan pembangunan masjid yang ada di desanya.
Benar, ia memiliki obsesi yang sangat tinggi,
ia tidak meminta untuk dirinya atau keluarganya, akan tetapi untuk seluruh
penduduk desanya, artinya permintaannya bukan permintaan duniawi akan tetapi
permintaan yang sangat mulia yaitu membangun rumah di antara rumah-rumah Allah.
Permintaannya itupun tidak sia sia, sang majikan menyetujui untuk mewujudkan
obsesinya itu secepatnya, lalu majikanpun meminta alamat desa kepada sang
pembantu untuk mengutus seseorang agar melakukan survei terhadap proyek
tersebut.
Sang majikanpun menyampaikam hal itu
kepada salah seorang syekh kepercayaannya untuk mencari informasi tentang hal
itu. Maka syekh itupun melakukan komunikasi dengan salah seorang syekh yang
bekerja dan berdomisili di Jakarta. Syekh yang menjadi perantara itupun
menyampaikan maksud dan tujuannya serta meminta kepada beliau untuk memberikan
informasi yang cukup akan kebenaran dan tingkat kebutuhan terhadap proyek
tersebut. Sehingga syekh itupun segera mengirimkan dua orang da'i terpercaya
dari orang Indonesia untuk melakukan survei ke sebuah daerah terpencil nan jauh
di pedalaman Sukabumi, maka keduanya pun menyampaikan informasi yang cukup
tentang status tanah dan anggaran yang dibutuhkan. Maka komunikasipun terjalin
yang mengabarkan bahwa proyek tersebut sangat mendesak dan kondisi penduduk
desa yang sangat miskin yang tidak memiliki kemampuan harta untuk menyelesaikan
proyek pembangunn masjid tersebut. Dan keduanyapun memberikan taksiran bahwa
anggaran yang dibutuhkan berkisar SR 90.000 (Sembilan puluh ribu Real Saudi),
atau sekitar Rp. 360.000.000 (Tigaratus enam puluh juta Rupiah)
Syekh yang bekerja dan berdomisili di
Jakarta Kembali menuturkan: "Syekh
perantara itupun langsung memberikan balasan bahwa majikan pembantu itu – yang
tidak pernah saya kenal dan beliaupun
tidak mengenal saya- telah menyetujuinya, dan
beliau siap menanggung seluruh anggaran pembangunan masjid tersebut
sebagai proyek pertamanya di Indonesia. Ketika proyek itu selesai, kamipun
mengirim beberapa photo dokumentasi yang meliput shalat jum'at pertama yang
dilakukan di sana, sebagaimana kamipun telah mengirimkan kepada keluarga besar
tersebut beberapa dokumentasi proses pembangunan masjid dari awal sampai akhir,
dan merekapun sangat senang dengan hal itu, Alhamdulillah.
Beberapa waktu kemudian, sebuah
Universitas Negeri di Jambi membutuhkan sebuah masjid jami' dalam kampus,
karena saat itu Universitas hanya memiliki dua mushalla kecil yang
masing-masing hanya cukup menampung 30 orang jamaah saja, oleh sebab itu mereka
tidak bisa melaksanakan shalat jum'at. Anggaran yang dibutuhkan untuk membangun
masjid jami' tersebut sebesar $ 100.000 (Seratus ribu Dollar Amerika) atau
sekitar Rp. 1.400.000.000 (Satu milyar empat ratus juta rupiah). Maka sayapun
meminta kepada majikan dermawan ini untuk membangunnya sebagai proyek keduanya
di Indonesia. Lalu beliaupun menyetujui dan proyek itupun selesai dengan
sempurna menjadi sebuah masjid jami' yang megah didirikan di dalamnya shalat
jum'at dan jama'ah.
Kemudian setelah itu ada Universitas
Negeri di Palu Sulawesi tengah, juga mengajukan permohonan yang sama, dan
Kembali sang donatur itu menanggung seluruh proyek tersebut dengan anggaran
lebih dari $100.000, dan beliaupun sangat senang seperti senangnya para
penerima manfaat tatkala proyek itu selesai.
Kedua kampus tersebut sangat membutuhkan
masjid, namun aturan perguruan tinggi di Indonesia tidak memperbolehkan untuk
memberikan bantuan materi bagi pembanguhan masjid di dalam lingkup instansi
pemerintah walau mayoritas penduduk Indonesia dari kalangan kaum muslimin, demi
untuk menjaga solidaritas bagi non musim dan agar mereka tidak menuntut untuk
membangun tempat-tempat ibadah mereka. Sehingga celah itupun ditutup.
Proyek demi proyekpun silih berganti
di berbagai Perguruan tinggi. Universitas Maulana Malik Ibrahim di Malang Jawa
Timur dan sebuah Universitas Swasta di Jakarta, mereka membutuhkan perpustakaan
ilmiyah, maka Kembali sang donaturpun tanpa ragu memenuhi permohonan tersebut.
Beliaupun memberikan bantuan perpustakaan bagi kedua universitas tersebut,
meliputi buku-buku berbahasa arab, inggris dan indonesia dalam berbagai
disiplin ilmu, baik ilmu agama, ilmu umum, sosial, kedokteran, computer, tehnik
ataupun berbagai disiplin ilmu lainnya. Masing-masing perpustakaan tersebut
bernilai $ 300.000 (Tiga ratus ribu Dollar Amerika) atau senilai Rp
4.200.000.000 (Empat miliar dua ratus juta rupiah). Sehingga keduanya menjadi
perpustakaan yang sangat terkenal di Kawasan tersebut dan menjadi tujuan bagi
para penuntut ilmu dan peneliti.
Setelah itu ada IAIN Medan ibukota Provinsi Sumatra Utara,
mereka memiliki Proyek pembangunan Pusat Studi Islam dan Bahasa Arab. Meliputi
proyek pembangunan Gedung 3 lantai, di dalamnya terdapat 4 laboratorium,
masing-masing bisa menampung 30 orang mahasiswa, sebuah perpustakaan, Gedung
adimistrasi dan sarana pendukung lainnya, proyek ini menelan anggaran $ 800.000
(Delapan ratus ribu Dollar Amerika) atau senilai Rp. 11.200.000.000 (sebelas
miliar dua ratus juta rupiah). Proyek inipun mendapatkan sambutan yang sangat
hangat dan penuh lapang dada dari sang donatur.
Informasi tentang proyek-proyek mulia
ini menjadi viral dan banyak diberitakan di kalangan akademisi dan masyarakat
Indonesia, merekapun banyak mendengar tentang kisah seorang donatur Saudi yang
selalu menolak jika namanya ditulis di Prasasti semua proyek yang dibantunya.
Kemudian datanglah proposal dari
Universitas Negeri Makassar (UNM) yang terletak di Ibukota Provinsi Sulawesi
Selatan yang mengajukan proyek serupa dangan IAIN Medan, maka Kembali beliaupun
menanggung seluruh proyek tersebut seperti proyek sebelumnya.
Kemudian Universitas Darussalam di
Pondok Pesantren Modern Gontor Ponorogo, mereka membutuhkan Pusat Studi Sirah
Nabawiyah, lalu beliaupun menanggung semuanya.
Di Pondok pesantren lain, mereka
ingin melalukan perluasan Pesantren Putri, beliaupun Kembali membangunkan
bangunan-bangunan baru bagi pondok pesantren tersebut dengan total anggaran
hamper SR 500.000 (Lima ratus ribu Real Saudi) atau senilai Rp 2.000.000.000
(Dua miiar rupiah). Dan pada semua proyek ini beliau menolak untuk ditulis
Namanya, dan hanya meminta agar ditulis "Pelaku Kebaikan." Kecuali di
dua Universitas di Medan dan Makassar, karena desakan para pimpinan di kedua
universitas tersebut akhirnya beliaupun setuju untuk dibubuhkan namanya di batu
Prasasti dengan berat hati.
Kembali kepada sang pembantu pembawa
berkah, yang menjadi pintu kebaikan bagi keluarga dan negerinya, sehingga ia
menjadi salah satu sebab terciptanya proyek-proyek yang bernilai jutaan real
Saudi, karena karunia Allah kemudian karena keikhlasan dan kejujurannya,
berawal dari pembangunan masjid di kampungnya, sungguh iapun telah menjadi kunci kebaikan bagi proyek-proyek kebaikan
berikutnya. Sehingga Bapak Maftuh Basyuni (mantan Menteri Agama RI), beliau
menyebutnya "Pembantu Pembawa Berkah", semoga Allah membalasnya
dengan kebaikan."
Ada sesuatu yang unik di balik kisah
di atas, bahwa dalam kurun waktu proses pembangunan seluruh proyek tersebut
sampai tuntas, antara kedua orang pria ini (Syekh yang bekerja di Jakarta dan
Sang Donatur), keduanya tidak pernah bertemu sebelumnya. Syekh yang bekerja di
Jakarta berkata: "Suatu ketika, saya berlibur, pulang dari Jakarta menuju
Buraidah untuk memberikan salam kepada bunda tercinta -rahimahallah- dan
keluarga lainnya. Saat itu ada salah seorang karib kerabat kami yang sudah
lanjut usia -rahimahullah- ia diopname di Rumah Sakit sehingga saya pergi untuk
menjenguknya dan menyampaikan salam kepadanya, ketika masuk ke gudung Rumah
sakit, di salah satu Lorong saya melihat dua orang lelaki lansia yang
masing-masing menggunakan tongkat. Dan tatkala saya masuk ke dalam ruangan
kerabat tersebut, tiba-tiba kedua lansia itupun -semoga Allah menjaga keduanya-
masuk ke dalam ruangan yang sama untuk menjenguk kerabat saya. Putra dari
kerabat kamipun menyambutnya dan mengenalkan saya pada keduanya. Ia berkata:
"ini Abu Fulan bekerja di Indonesia."
Lalu salah seorang di antara mereka
melihat kepada saya dan tersenyum dan tidak berkata apapun kecuali mengatakan:
"Hayyakallah" (Semoga Allah melindungi kehidupanmu). Kemudian iapun
mengenalkan kedua lansia itu, ternyata salah seorang di antara keduanya adalah
Pria Dermawan yang banyak memberikan kebaikan yang telah mendanai berbagai
proyek dari A sampai Z. benar, inilah dia orang baik yang pertama kali saya
berjumpa dengannya, dan di mana?...di sebuah amalan yang mulia yaitu menjenguk
orang yang sakit.
Kedua orang itupun berpamitan dan
keluar dari ruangan. Sayapun segera menyusulnya keluar lalu menghentikan orang
baik itu, sayapun mencium kepalanya (sebagai tradisi penghormatan dalam budaya
arab) dan berterima kasih kepadanya atas segala kebaikan yang telah
diberikannya. Tiba-tiba beliau berkata: "Karunia itu hanyalah dari Allah
aza wa Jalla, kemudian sayalah yang harus berterima kasih kepada anda, anda
pemilik kebaikan karena anda telah menunjukkan kepada saya berbagai pintu
kebaikan dan membantu saya merealisasikannya. Maka semoga Allah menerima ibadah
anda dan bagi semua saudara di Kedutaan Saudi Arabia di sana atas semua usaha
dan Kerjasama dalam membantu Pendidikan, dan menyebarkan kebaikan serta
membantu saya dalam melaksanakan proyek-proyek itu."
Penulis: Abdul Majid Muhammad Al
Umary
Alih Bahasa: Zezen Zaenal Mursalin